Chrome - Background

Jumat, 09 Maret 2012

BUDAYAKAN BERKOMENTAR DENGAN BAIK



Berapa hari ini saya memperhatikan dan membaca banyak di jaring sosial seperti facebook, friendster, twitter, dan blog blog Indonesia maupun luar negeri membuat saya tergelak tawa. Lucu sekali membaca komentar mereka, ada yang menyalahkan pembaca lain, mengata-ngatai dengan kata-kata yang tidak jelas alur pembicaraannya, misalnya fans Barcelona yang merendahkan Real Madrid, atau milanisti yang mengatai interisti, ada juga ungkapan sok tahu lainnya, tetapi dari sini kita bisa mengambil satu hal, amatlah disayangkan tindakan ini,  berkomentar sopan saja tidak bisa. hahaha kenapa yah ???

Komentar yang tidak sopan ini bukan hanya tidak enak dibaca, tidak enak dilihat. tetapi juga memalukan. Buat apa kita berkomentar yang tidak jelas, mengata-ngatai, dan menjelek-jelekkan? Toh kita di sini bertingkah sangat kekanak-kanakan.

Belum lagi komentar yang bernada sarkastis. Sungguh memalukan.  orang-orang ini adalah bagian dari kita,  orang kita,  orang indonesia yang tidak bisa menghargai perbedaan pendapat dan tidak bisa menghargai orang lain. pantas saja bangsa kita belum bisa menjadi bangsa yang maju, berkomentar dan menghormati orang lain saja belum bisa.

mari budayakan komentar yang baik

mari belajar menghargai perbedaan pendapat

semoga dengan tulisan artikel ini kita dapat intropeksi diri kita sendiri, kalau tidak dimulai dari diri sendiri maka dimulai dari mana......

sekian dari saya jika ada kata-kata yang kurang pas di hati kalian para pembaca di harapkan komentarnya untuk membangun dan jangan lupa kalau anda kalian suka dengan kiriman kiriman saya agar bisa di like...
terima kasih 

Selasa, 06 Maret 2012

MENDAKI GUNUNG KEHIDUPAN




Bagi saya, sebaik-baik perjalanan hidup seseorang ketika telah mencapai kematangan usia (dewasa) adalah yang seperti pendakian gunung, dimana puncak gunung itu adalah tujuannya. Gunung itu sendiri secara umum dari kejauhan tampak berbentuk segitiga. Bagian bawahnya lebar, semakin ke atas semakin sempit, dan akhirnya sampai di titik puncaknya.

Pendakian gunung itu bukanlah perjalanan yang ringan, selain karena jalannya yang menanjak, pendakian juga terkadang harus melewati rintangan yang sulit dan penuh teka-teki. Perjalanan hidup seseorang setelah dewasa adalah perjalanan untuk mencapai kesempurnaan hidup. Tentu saja itu sama sekali bukan perjalanan supaya menjadi terkenal, atau dalam rangka mencari ketenaran. Justru sebaliknya yaitu perjalanan yang menuju diri sendiri untuk mencari jati diri, sampai akhirnya mencapai titik mengenal dan bersatu dengan Tuhan.

Perjalanan hidup tersebut menyempit dan terus menyempit, dari yang asalnya bersama dan tergantung pada orang tua, teman atau yang lain, menuju kesunyian hidup yang berlatih untuk tidak lagi bersama dan tergantung pada mereka. Inilah yang kumaksudkan dengan penjalanan hidup yang seperti pendakian gunung.
Adapun kepopuleran atau ketenaran itu hanyalah salah satu efek dari perjalanan yang menyempit tadi, bukan tujuan. Ketika seseorang mendaki gunung, ada kemungkinan bahwa ia akan tampak dan dipandang oleh banyak orang atau bahkan makhluk lain karena ketinggian tempatnya. Dan kalaupun tidak ada yang memandang, itu tidak menjadi masalah juga, karena memang bukan tujuannya. Yang pasti adalah ketika seseorang berada di atas gunung, banyak yang akan ditampakkan untuknya, semakin dekat ia dengan langitnya, dan semakin dekat ia dengan puncak tujuannya.

Perjalanan hidup seseorang yang menuju dirinya sendiri adalah perjalanan yang mengambil jarak dari kehidupan itu sendiri, dari kesenangan-kesenangan sementara di dalamnya yang menggiurkan. Tentu saja ini bukan perjalanan yang ringan, tapi menanjak seperti pendakian gunung, membutuhkan tekad yang kuat dan perjuangan yang keras. Adapun mengambil jarak dari kehidupan itu dimaksudkan untuk dapat melihat dan menilai kehidupan itu secara lebih objektif. Seperti halnya ketika melihat sapi, tidak akan terlihat sapi kalau jaraknya terlalu dekat dengan sapi itu, dan akan terlihat sapi jika dilihat pada jarak tertentu. Maka seseorang yang ingin mengenal dan mengerti hidup, harus bersedia mengambil jarak dari kehidupan itu.

Dalam perjalanan hidup manusia setelah dewasa menuju paripurna, jika itu merujuk pada pribadi Muhammad, lihatlah kebiasaan dan perjuangannya sebelum menjadi nabi. Lihatlah ketika ia menjauhi kaumnya yang berbuat kerusakan dan maksiat, lihatlah ketika ia menyendiri di gua Hiro’, lihatlah ia dalam kesunyiannya. Kalau setelah kenabian ia banyak bergaul dangan kaumnya, ia begitu dikenal bahkan oleh dunia, itu hanyalah efek dari perjalanan menuju dirinya sendiri dan Tuhan. Bahwa setelah perjalanan itu, “panggilan jiwanya” adalah sebagai rasul yang menyampaikan pelajaran dan hikmah bagi umatnya. Pemahaman yang sama pun didapatkan jika perjalanan hidup tersebut merujuk pada pribadi besar dan hebat lain, seperti nabi Ibrahim, Sidharta Gautama, atau tokoh-tokoh yang lain.

Sebagai wujud dari kekagumanku kepada tokoh-tokoh di atas, juga alasan-alasan lain yang tidak kusebutkan, aku bertekad meneladani mereka, dengan cara dan pemikiranku sendiri tentunya. Kalau aku harus melakukan sesuatu, sedapat mungkin itu adalah karena perintah, karena panggilan jiwa, tidak sekedar inginku. Bukan lantas dapat diartikan aku tak punya keinginan dan cita-cita. Bagaimanapun ia adalah bagian dari fitrahku, dan biarlah terselip di pojok kesunyian kalbu. Dan akhirnya kukatakan, “Aku adalah apa yang ada di hatiku.”

terima kasih telah membaca...
jika tertarik ingin bacaan lain yank menambah nambah ilm silahkan anda like di "LIKE BOX"

SEKIAN DAN TERIMA KASIH